Pemalang (Media Rakyat), Meningkatnya kesejahteraan sebagai Pegawai Negeri Sipil di kalangan guru ternyata tidak sertamerta meningkatkan kebahagiaan. Tidak sedikit yang justru terjadi disharmonis dalam rumahtangganya. Dan dari sederet kasus yang terjadi, tidak sedikit yang memilih jalan pintas mengakhiri hubungan ‘bilateral’ suami istri alias bercerai.
Selama empat tahun terakhir setidaknya ada 76 guru PNS di Kabupaten Pemalang yang berpisah dengan pasangan hidupnya. Dari jumlah ini 21 orang diantaranya bercerai tahun 2013 ini. Sungguh ironis. Berdasarkan data di Bidang Tenaga Kependidikan (Tendik) Dindikpora Pemalang, hingga Agustus tahun ini sudah ada 13 orang guru yang perceraiannya diputus pengadilan. Sedangkan 8 orang lainnya menunggu proses.
Terkait fenomena ini Kepala Dindikpora Kabupaten Pemalang melalui Kabid Tendik Drs Rahmadi, MPd, membenarkan banyaknya guru yang mengajukan perceraian dalam empat tahun terakhir ini. Pada tahun 2010 terdapat 16 orang, tahun 2011 ada 20 orang, tahun 2012 ada 19 orang dan terakhir tahun ini 21 orang.
Menurut Rahmadi, meningkatnya angka perceraian guru menunjukkan bahwa perbaikan ekonomi tidak berbanding lurus dengan meningkatnya kesejahteraan mereka. “Ratas-rata guru yang mengajukan perceraian beralasan ekonomi, hanya sebagian saja yang beralasan karena sudah tidak ada kecocokan,” jelasnya baru-baru ini.
Namun anehnya, imbuh dia, para guru yang mengajukan cerai justru setelah tingkat perbaikan ekonominya secara logika terwujud. Misalnya seorang guru perempuan tiba-tiba mengajukan cerai karena suaminya tidak mampu memberi nafkah, padahal sewaktu masih mengabdi, honorer belum diangkat menjadi PNS, hidupnya rukun saja walau relatif sederhana.
“Ini sungguh ironis, karena ketika masih honorer malah hidupnya rukun, setelah diangkat menjadi PNS malah berulah,” ungkap Rahmadi menyesalkan.
Terjadinya perceraian para guru sangat berakibat kurang baik bagi dunia pendidikan. Sebab seorang guru yang mengajar pasti tidak akan konsentrasi karena terlilit masalah pribadi. “Kalau sudah begini yang rugi tidak hanya anak si guru, tapi juga para murid guru yang bersangkutan,” pungkas Rahmadi. (Ruslan Nolowijoyo).
OL : 29 Agustus 2013.